“Tetap istiqomah, Ukhti. Selamat berjuang. Semoga Allah menyertai
anti.”
Sender : Ikhwan +62817xxx
Senyum timbul dari cakrawalanya dengan malu-malu. Serasa ada
hangat menyelusup dada dan membuat jantung berdegup lebih cepat. Otaknya pun
sekejap bertanya, ”Ada apa? Sungguh, bukan apa-apa. Aku hanya senang karena ada
saudara yang menyemangatiku.” Si akhwat menyangkal hatinya cepat-cepat. Dan ia
bergegas meninggalkan kamarnya, ada dauroh. Ia berlari sambil membawa sekeping
rasa bahagia membaca SMS tadi yang sebagian besar bukan karena isinya,
melainkan karena nama pengirimnya.
“Ana lagi di bundaran HI, Ukhti. Doakan kami bisa memperjuangkan
ini.”
Sender : Ikhwan +628179823xxx
Untuk apa dia memberitahukan ini padaku. Bukankah banyak ikhwan
atau akhwat lain? Nada protes bergema di benaknya. Tapi di suatu tempat, entah
di mana ada derak-derak yang berhembus lalu. Derak samar bangga menjadi
perempuan yang terpilih yang di-SMS-nya.
Pagi itu, handphone kesayangannya berbunyi.
“Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih
memberi arti.”
Dada membuncah hampir meledak bahagia. Dia bahkan ingat hari
lahirku! Dibacanya dengan berbunga-bunga. Tapi pengirimnya
Sender : Akhwat +6281349696xxx
Senyum tergurat memudar. Tarikan napas panjang. Kecewa, bukan dari
dia. Ringtone-nya berbunyi lagi.
“Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih
memberi arti.”
Sender : Ikhwan +628179823xxx
Dia! Semburat jingga pagi jadi lebih indah berlipat kali.
Senyumnya mengembang lagi. Dan bunga-bunga itu mekar-lah pula. ***
Cerita di atas tadi selurik gerak hati seorang akhwat di negeri
antah berantah yang sangat dekat dengan kita. Gerak hati yang mungkin pernah
bersemayam di dada kita juga. Bisa jadi kita mengangguk-angguk tertawa kecil
atau berceletuk pelan, ”Seperti aku nih,” saat membacanya. Hayo ngaku! Hehehe
Mari kita cermati fragmen terakhir dari cerita tadi. Kalimat SMS
keduanya persis sama, yang intinya mengucapkan dan mendoakan atas hari lahir
(mungkin mencontek dari sumber yang sama hehehe). SMS sama tapi berhasil
menimbulkan rasa yang jelas berbeda. Karena memang ternyata lebih berarti bagi
si akhwat adalah pengirimnya, bukan apa yang dikatakannya.
Namun sebenarnya, apakah Allah membedakan doa laki-laki dan
perempuan? Mengapa menjadi lebih bahagia saat si Gagah yang mendoakan? Semoga
selain mengangguk-angguk dan tertawa kecil, kita juga berani memandang dari
sudut pandang orang ketiga. Dengan memandang tanpa melibatkan rasa (atau
nafsu?), kita akan bisa berpikir dengan cita rasa lebih bermakna.
Konon, cerita tadi terus berlanjut.
Suatu hari yang cerah, sang akhwat mendapat kiriman dari si ikhwan
itu. Sebuah kartu biru yang sangat cantik. Tapi sayang, isinya tidak secantik
itu. Menghancurkan hati akhwat menjadi berkeping-keping tak berbentuk lagi.
Kartu biru itu adalah kartu undangan pernikahan si ikhwan. Dengan akhwat lain,
tentu saja. Berbagai Tanya ditelannya. Mengapa dia menikah dengan akhwat lain?
Bukankah dia sering mengirim SMS padaku? Bukankah dia sering me-miscall
ku untuk qiyamull lail? Bukankah dia ingat hari lahirku? Bukankah dia suka
padaku? Mengapa? Mengapa???
Dan air mata berjatuhan di atas bantal yang diam. Teman, jangan
bilang, yaa!!! dia hanya tidak tahu, ikhwan itu juga mengirimkan SMS, miscall,
mengucapkan selamat hari lahir dan bersikap yang sama ke berpuluh akhwat
lainnya!
Ironis. Sedih, tapi menggelikan, menggelikan tapi menyedihkan.
Sekarang siapa yang bisa disalahkan? Akhwat memang seyogiyanya menyadari dari
awal, SMS-SMS yang terasa indah itu bukan tanda ikatan yang punya kekuatan
apa-apa. Siapa yang menjamin bahwa ikhwan itu ingin menikahinya? Bila ia
berharap, maka harapanlah yang akan menyuarakan penderitaan itu lebih nyaring.
Tetapi para ikhwan juga tak bisa lari dari tanggung jawab ini. Allahualam
apapun niatnya, semurni apapun itu, ingatlah, SMS melibatkan dua orang,
pengirim dan penerima. Putih si pengirim, tak menjamin putihnya juga si
penerima. Bisa jadi ia akan berwarna merah muda. Merah muda di suatu tempat di
hati atau menjadi rona di pipi yang tak akan bisa disembunyikan di depan Allah.
Bagi perempuan, SMS-SMS dan bentuk perhatian sejenis dari
laki-laki bisa menimbulkan rasa yang sama bentuknya dengan senyuman, kedipan
menggoda, dan daya tarik fisik perempuan lainnya bagi laki-laki.
Ketika perempuan bertanya berbagai
masalah pribadinya padamu, seringkali bukan solusi yang ingin dicari utamanya.
Melainkan dirimu. Ya, sebenarnya perempuan ingin tahu pendapatmu tentang dia,
apakah dirimu memperhatikannya, bagaimana caramu memandang dirinya. Dirimu,
dirimu, dan dirimu, dan ”kaum hawa”- sayangnya, juga memiliki percaya diri yang
berlebihan, atau bisa dibahasakan lain dengan mudah Ge-Er Jadi, tolong
hati-hati dengan perhatianmu itu.
Paling menyedihkan saat ada seorang aktivis yang tiba-tiba
berkembang gerak dakwahnya atau semangat qiyamul lailnya karena terkait satu
nama. Naudzubillah tsumma naudzubillah. Ketika kita menyandingkan niat
tidak karena Allah semata, maka apalah harganya! Apa harganya berpeluh-payah
bukan karena Dia, tapi karena dia. Seseorang yang sama sekali bukan apa-apa,
lemah seperti manusia lainnya.
Laki-laki dan wanita diciptakan berbeda bukan saling memusuhi,
bukan juga saling bercampur tak bertepi, tapi semestinya saling menjaga diri.
Secara fisik, emosional, atau kedua-duanya. SMS tampak aman dari pandangan
orang lain, hubungan itu tak terlihat mata. Tapi wahai, syetan semakin
menyukainya. Mereka berbaris di antara dua handphone itu. Maka dimanapun mereka
berada, syaitan tetaplah musuh yang nyata!
Wahai akhwat, bila kau menginginkan SMS-SMS itu, tengoklah inbox-mu.
Bukankah disana tersusun dengan manis SMS-SMS dari saudarimu. Saudari-saudarimu
yang dengan begitu banyak aktivitas, amanah, kelelahan, dan kesedihan yang
sangat memerlukan perhatianmu. Juga begitu banyak teman-temanmu yang belum
mengenal Islam menunggu kau bawakan SMS-SMS cahaya untuk mereka.
Ada saatnya. Ya, ada saatnya nanti handphone kita dihiasi SMS-SMS
romantis. SMS-SMS yang walaupun hurufnya berwarna hitam semua, tapi tetap bernadakan
merah muda. Untuk seseorang dan dari seseorang yang sudah dihalalkan kita
berbagi hidup, dan segala kata cinta di alam semesta.
Cinta yang bermuara pada penciptaNya. Cinta dalam Cinta.
Bersabarlah untuk indah itu.
“Ummi, abi lagi ngisi ta’lim di kampus pelangi. Di depan abi ada
beribu bidadari-bidadari berjilbab rapi, tapi tak ada yang secantik bidadariku
di istana Baiti Jannati. Miss u my sweety.”
“Abi, yang teguh ya, pangeranku, rumah ini terasa gersang tanpa
teduh wajahmu. Luv yaa.”
No comments:
Post a Comment