Saturday, April 27, 2013

Mengingat KEMATIAN


Tulisan ini saya rangkum dari buku “Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin” bab keempatpuluh karya Imam Ghazali . Sumber gambar dari sini.
***

Allah SWT berfirman, “Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 8)



Ada sebagian manusia yang sangat jarang sekali mengingat kematian. Ketika megingatnya pun ia membencinya karena ia terlena oleh dunia. Ada pula manusia yang ketika mengingat kematian semakin bertambah rasa takutnya kepada Allah SWT shingga ia pun bertobat dari sesuatu yang (mungkin) tidak perlu ditobati. Mengingat kematian dapat membuatnya merasa takut, lalu bersiap-siap menghadapinya dengan benar-benar bertobat.

Ada pula orang yang membenci kematian bukan karena ia terlena oleh dunia, namun disebabkan karena sedikitnya bekal yang ia miliki dan tidak adanya persiapan untuk menghadap kepada-Nya, jadi kebenciannya ini bukan karena ia merasa enggan untuk bertemu Allah SWT. Namun tipe semacam ini tidaklah tercela, karena keinginannnya untuk hidup adalah demi mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian tersebut, di mana jika bekal yang dimilikinya sudah cukup, ia pun siap untuk menghadap-Nya.

Keistimewaan Mengingat Kematian
Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur segala kenikmatan (yaitu kematian) -- HR. oleh Ibnu Majah, as-Sunan (4258) --. Dalam hadist lain, beliau juga bersabda, “Seandainya binatang mengetahui apa yang engkau ketahui tentang kematian, niscaya engkau tidak akan memakan lemak badannya (karena hewan pun akan merasa takut untuk mati).”

Suatu hari Rasulullah SAW keluar dari mesjid, dan beliau mendapatkan sekolompok orang sedang berbicara dan tertawa gembira. Lalu Rasulullah SAW berkata kepada mereka, “Ingatlah mati, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui tentang kematian, pastilah kalian akan lebih banyak menangis daripada tertawa. HR. Al-Baihaqi, as-Sunan (10/26)

Ketahuilah bahwa kematian adalah perkara yang sangat besar dan dahsyat. Merenungkannya pasti dapat membuat manusia menjauhkan diri dari dunia, tidak banyak bersenang-senang dan mendorongnya untuk segera bersiap-siap menghadapinya. Ketika manusia mengingat kematian, sementara hatinya sibuk dengan banyak perkara, maka tidak banyak pengaruh yang ditimbulkannya. Dengan demikian, supaya mengingat kematian dapat memberi dampak, maka pada saat mengingatnya, hati harus dikosongkan dari segala hal selain kematian. Ia pun harus memikirkannya seperti orang yang mengharapkan sesuatu yang menjadi tujuannya pada saat dirinya menempuh perjalanan melalui jalur darat atau laut. Ketika cara ini dilakukan, maka yang muncul dalam hati kemungkinan besar hanyalah berfikir tentang kematian dan berusaha mempersiapka diri untuk menyambutnya.

Gambaran Penyesalan Ketika Bertemu Malaikat Maut
Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa ada seorang raja yang hendak bepergian ke suatu tempat. Ia meminta kepada pelayannya untuk mengambil pakaian yang akan dikenakannya, namun tidak ada yang menarik baginya. Lalu didatangkan kepadanya berbagai macam hewan tunggangan dan ia pun mengendarai hewan yang paling bagus. Lalu iblis datang dan meniup lubang hidungnya hingga diri sang raja dipenuhi kesombongan. Kemudian ia berjalan dengan bala tentaranya. Ia melemparkan pandangannya kepada orang-orang disekitarnya. Lalu seorang lelaki dengan penampilan lusuh mendatanginya seraya mengucapkan salam kepadanya. Namun sang raja tidak membalasnya dan langsung mengambil tali kekang kudanya seraya berkata, “Hentakan kekangnya.” Tetapi lelaki itu berkata, “Aku membawa berita penting untukmu. Sungguh, aku punya hajat yang harus aku sampaikan kepadamu.” Raja pun berkata, “Sabarlah sampai aku turun dari kuda.” Laki-laki itu berkata lagi, “Tidak bisa, harus sekarang juga.” Lalu sang raja menarik tali kekang kudanya dan berkata, “Sebutkanlah hajatmu itu.” Lelaki itu mendekatkan kepalanya ke telinga sang raja, lalu berbisik, “Aku adalah malaikat maut.” Seketika itu pula, berubahlah muka sang raja dan lisannya bergetar. Kemudian sang raja berkata, “Biarkan aku ke rumahku dulu, menyelesaikan urusan-urusanku dan berpamitan dengan keluargaku.” Malaikat itu berkata, “Tidak, demi Allah. Tidak ada lagi kesempatan bagimu untuk untuk bertemu keluargamu atau menyelesaikan urusan-urusanmu.” Sang malaikat langsung mencabut nyawanya dan raja itu langsung jatuh terkulai tak bernyawa lagi. Kemudian malaikat itu pergi menemui seorang hamba yang beriman seraya memberi salam dan lelaki itu menjawab salamnya. Lalu malaikat berkata kepadanya, “Aku ada perlu denganmu.” Hamba mukmin itu berkata, “Katakan keperluanmu.” Sang malaikat berkata kepadanya, “Aku adalah malaikat maut.” Orang mukmin itu berkata, “ Selamat datang. Telah lama aku menunggumu. Demi Allah, tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang pergi dariku, lalu aku begitu merindukannya selain dirimu.” Malaikat maut pun berkata, “Selesaikanlah urusanmu yang belum sempat engkau kerjakan.” Lelaki itu berkata, “Saya tidak mempunyai urusan yang lebih besar dan yang lebih aku sukai selain bertemu dengan Allah SWT.” Lalu malaikat itu pun bertanya, “Dalam kondisi seperti apa yang engkau inginkan saat aku mencabut nyawamu?” Orang mukmin itu balik bertanya, “Apakah engkau sanggup melakukannya?” Malaikat pun menjawab, “Ya, itulah yang diperintahkan kepadaku.” Lelaki itu pun berkata, “Izinkan aku berwudhu dan shalat terlebih dahulu. Lalu cabutlah nyawaku saat sedang sujud.” Dan malaikat itu pun mencabut nyawanya dalam keadaan sujud.Lihat: Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ (6/202)

Wallahu a’alam.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
a>