Cinta memang tidak datang tiba-tiba,
juga tidak dapat padam seketika. Cinta adalah bumbu kehidupan yang menjadikan
indahnya perjalanan hidup manusia. Cinta bukanlah tujuan dari keberadaan
manusia di dunia, bukan juga akhir perjuangan di alam fana. Cinta hanyalah
kendaraan untuk meraih kebahagiaan sejati, yaitu keridhaan Allah untuk
mendapatkan surga, yang luasnya seluas langit dan bumi.
Ingin rasanya saya curhat di sini
tentang cinta, securhat-curhatnya. Sepuas-puasnya. Tapi…ah, yang
pribadi-pribadi amat rasanya kurang elok jugo kalau saya umbar-umbar. Cukup
saya, dia, dan DIA yang tahu. Bukan begitu?
Kedekatannya selama ini harus
terkubur oleh suatu kejadian pahit. Sang gadis pujaannya dikhitbah pria lain. Terang
saja, dia sampai agak down. Malem-malem dia datang ke kosan saya dengan mata
agak sembab. Diajaknya saya keluar, ke sebuah masjid. Dia bilang dia butuh
teman curhat. Runtutan kisahnya dia ceritakan satu per satu. Tentang si dia
yang menurutnya juga punya rasa yang sama dengannya, tentang teman-temannya yang selama ini sudah tahu
kedekatannya dengan si akhwat, tentang perasaan dia sewaktu tahu kalau si akhwat mau di
khitbah pria lain, tentang kisah cintanya di masa lalu… Tentang ini dan tentang itu…
tentang apapun yang ada sangkut pautnya sama si akhwat….
Saya bisa merasakan apa yang dia
rasakan, saya mencoba memposisikan saya seperti dia. Saya waktu itu membayangkan
akhwat yang saya cinta dikhitbah oleh pria lain. Kemudian menikah, sementara
saya hanya tersenyum pilu penuh penyesalan melihat foto-foto dia terpampang di
facebook sembari dia tersenyum bahagia dengan mempelai pria lain, bersanding
mesra di pelaminan. Terlebih itu terjadi karena saya sendiri yang tak berani
mengungkapkan isi hati saya padanya seperti halnya yang sedang teman saya alami
ini. Oh……sepertinya itu akan menjadi penyesalan yang tak terlupakan seumur
hidup.
Waktu itu, di sela-sela
curhatnya, dia memberi nasihat kepada saya. “Den, kalau misalnya ada akhwat yang
kamu suka, tak usahlah kamu malu-malu bilang padanya. Jangan sampai den, kamu
mengalami apa yang saya alami.” Ungkapnya…
Saya hanya mendengarkan sama
sesekali menguatkan. “Duhai gusti…..sampai sebegitu menderitakah orang yang
putus cinta?” Ucapan saya dalam hati waktu itu.
Ah, cukup menyakitkan mungkin.